Senin, 27 Februari 2012

HARI INI, TANGGAL INI LEBIH TEPATNYA

Seperti judul di atas, memang aku akan menceritakan sepotong kisah tentang tanggal ini, 27 Februari. Dan hari ini adalah tanggal tersebut si tahun 2012. 
Dulu, setiap tanggal ini, sebenarnya aku ingat banget kalo besoknya adalah tanggal 28 Februari, dan ada hal yang harus kulakukan untuk itu. Sederhana saja. Seperti yang orang-orang lakukan ketika menemukan tanggal yang di ulang setiap tahunnya dan sangat berarti untuk orang yang mempunyai tanggal tersebut. Kalian pasti tahu lah..
Tapi,sayang sekali.. beberapa tahun setelah aku tahu ada yang special di tanggal 28, aku belum pernah sekalipun melakukan apa yang aku harapkan, dan selalu saja melebihi jam dimana aku harus melakukan hal tersebut. Awalnya sih aku biasa saja, namun lama-lama aku merasa bersalah. Karena di tanggal 31 Oktober, tanggal yang berarti buatku, selalu ada yang memberikan sesuatu tepat pada waktunya. Sesuatu yang ingin aku lakukan nanti. Dan aku ingin melakukan hal seperti itu. Benar-benar tepat waktu. 
Mungkin hal ini terlalu berlebihan bagi orang lain, tapi bagiku tidak. Ini hanya sebuah hal kecil yang aku buat sedikit terlihat penting di mataku. 
Mungkin juga, ada yang memang mengerti dan tidak mengerti akan hal ini. Hanya aku, Tuhan, dan yang merasa memiliki tanggal2 di atas yang dapat mengerti. 
Aku tidak akan dan tidak mau terlambat lagi untuk melakukannya. :) 

Kamis, 23 Februari 2012

SEMBILAN – DALAM SENJA DAN HUJAN AKU MENARI

3. Setelah pagi menyuguhkan basi, senja pun kini menepi tak peduli. Sia-sia kucoba menghapus jejakmu – itu pasti.
4. Bersama kesendirian di senja yang sayu. Berbekal cerita masa lalu tentangmu; yang setia jadi sahabat sejati. Semoga kamu masih mengingatnya.
– Moammar Emka (hal.265)



Siang boleh saja enggan mengusik hujan, asalkan kamu
jangan pernah bosan, temaniku.
Rentan pelukmu nyaris terlepas. Meretas senja bertumpu
pada sayu mata. Malas beranjak, pun bertahan.
Lengkung mendung menggaris di keningmu. Menjadilah
hujan bila itu buatmu terbebas dari sedu.
– Moammar Emka (no.9 hal.267)

Saatnya menari dalam hujan. Setiap ruas jalan menuju rumah hatimu tergenangi air keraguan yang mengaburkan arah pandang getarku. – Moammar Emka (no.17 hal.270)

Hujan. Tanya dan tanda apa yang harus kualamatkan?
Selain derasmu selebihnya adalah rindu yang bungkam seribu.
Hujan. Rangkul aku, basah. Mungkin dingin bisa usir gerah gelisahku berganti sejuk matamu.
– Moammar Emka (no.47 hal.281)

Mata yang malas. Menempel pada langit senja. Andai kamu ada, hilang muramku, dan sempurnalah sneyumanku. – Moammar Emka (no.62 hal.284)

Bukan pagi yang mengantarkannya, justru senja yang mendatangkannya. Kejutan itu: sapa manjamu. Kegelisahanku seketika menjura bahagia. Demikian. – Moammar Emka (no.69 hal.285)

Pada senja yang berpeluh, cerita kita ada. Jalani saja, jika itu bukan sekadar ingin tapi memang hati yang berkata. – Moammar Emka (no.74 hal.286)

Aku tak ingin rindu yang kubakukan hanya menjadi sekadar lalu. Maka, bersama senja aku menunggu. Lalu, kita bertemu. – Moammar Emka (no.82 hal.289)

…..Dalam hujan, biarkan rindu menyudahi kuyup lelahnya menanti perjumpaan…..
– Moammar Emka (hal.292)

DELAPAN – ANTARA AKU DAN KAMU

Menunggu dan Seterusnya
Di antara hujan, dan kata bosan. Dalam bingkai cerah langit, hujan tetap berjatuhan. Dibelenggu janji yang belum terpenuhi, aku menanti; kamu! – Moammar Emka (hal.240)

Kamu : “Rumah seperti apa yang ingin kau huni sampai tua nanti?”
Aku     : “Rumah hatimu.”
– Moammar Emka (no.3 hal.241)


Kamu  : “Cukup bahagiakah kamu hari ini?”
Aku     : “Lebih dari cukup! Karena kudapat sepatah sapa manja dan sepotong rindu untuk tidurku, darimu.”
– Moammar Emka (no.6 hal.242)

“Aku masih belum percaya. Sebaris kata rindu itu terpancar tiba-tiba dari rasa bisumu. Itu lebih dari obat untuk sekarat penantianku.”
“Semoga kamu percaya; tanpa awalan dan akhiran: rindu ini, milikmu saja.”
– Moammar Emka (hal.258)

“Apa kado ulang tahunku?” | “Separuh hatiku.” | “Sisanya untuk apa?” |  “Kado pernikahan kita.” – Moammar Emka (no.57 hal.259)

“Apa pilihanmu kini?” “Inilah pilihanku : mengingkari cinta dengan membiarkan kecewa membentur tanya – meski tanpa jawab.” – Moammar Emka (no.68 hal.261)

TUJUH – TANYA HATI, ENTAH

Haruskah kita tidak acuh dan mengingkari rasa saling itu? Sementara di setiap kedip mata, rindu membilas kekeringan rasa kita. …….
……Entah di mana, entah kapan masanya, cinta itu memanggilku lagi? Jika itu terjadi, semoga kamulah tujuanku berlari – seklai lagi.
– Moammar Emka (hal.212)



Jika jawab tak juga ada, haruskah praduga jadi jembatannya? Jika sapa tak juga berbalas semestinya, haruskah diam jadi pilihan? Bukan semestinya, tapi sekiranya. – Moammar Emka (no.3 hal.231)

“Terjaga demi sepotong Tanya – untuk hati, yang tak juga menemui abjad jawabannya. Keruh, tak kuasa menyepuh sabda” – Moammar Emka (no.4 hal.231)

9. Di sana, aku masih saja berharap bisa menunggumu. Tapi, entah kapan itu menjadi nyata. Atau sebaliknya, aku pergi saja dan membunuh semua tentangmu, tak bersisa?
10. Berbenah dari segala gundah. Berteduh dari setiap gaduh. Kepadamulah muara itu? Entah.
– Moammar Emka (hal.215)

“Aku telah berjalan begitu jauh dari diriku – tapi sepertinya tidak darimu. Entahlah!” – Moammar Emka (no.12 hal.216)

Apalah artinya jarak. Sejauh kuberlari, tetap saja lekang bayangmu menengahi ruang kerinduanku. Tak sedikitpun beranjak. Sementara jauh di sudut hatiku, namamu masih tersimpan dan rapi terjaga. Apakah aku mampu? – Moammar Emka (no.22 hal.218)

29. Isyarat itu… Apakah telah hilang sepenuhnya atau bersembunyi dalam ketakutannya? Menggigil enggan menampakkan wajah keakuannya.
30. Tanda- tandamu tak juga bisa kubaca. Bahkan sekadar satu kata pun, tak ada.
– Moammar Emka (hal.219)

“Pengakuan, kenyataan, dan pengingakaran. Tiga dalam satu merangsek maju untuk mencari kebenaran perasaanku,kepadamu” – Moammar Emka (no.33 hal.220)

INKONSISTEN. Bergeser ke kiri, lalu ke kanan. Diam di tempat, mundur ke belakang, lalu maju selangkah. Pikiran bercabang membabibuta. Kamu, rindu, dan pengingkaran. – Moammar Emka (no.37 hal.221)

Sadarku makin nyata. Tak berhak lagi aku bertanya. Biarkan saja lirih yang angkat bicara : “Di matamu, aku ini siapa?” – Moammar Emka (no.40 hal.221)

“Senja. Entah berapa jauh lagi aku harus berlari ke arahmu. Hanya di garis finis, aku ingin berhenti. Masih jauhkah?” ­– Moammar Emka (no.44 hal.222)

Cuma ada kata ENTAH, setiap kali kuasamu atas hatiku menggugat rindu ini bangkit lagi, entah untuk yang keberapa kali – Moammar Emka (no.49 hal.223)

58. Mungkinkah aku terlanjur kehilangan apa yang selama ini kuyakini sebagai keakuan perasaan: KAMU?!
59. Menyudahi apa yang seharusnya kuakhiri. Mengakhiri apa yang seharusnya kusudahi. Benarkah ini sudah “seharusnya”?!
– Moammar Emka (hal.225)

Dibelenggu semu dan nyata cintamu. Betapa susah mencari batas pemisahnya. Aku Cuma tak ingin membeku putus asa;terjepit di antaranya – Moammar Emka (no.69 hal.227)

Aku tak bisa lebih berbahagia dari hanya
bermimpi tentangmu. Aku butuh ini
menjadi nyata. Apa kau menungguku
di sana ketika aku tak kuasa terjaga?
Semoga.
– Moammar Emka (hal.228)

Mimpi. Biarkan aku mencarinya sekali lagi. Mungkin, dia masih menunggu. Tapi, mengapa rinduku seperti melaknat malam. Untuk alasan apa di menunggu? Memastikan ketololanku karena telah mengabaikanmu. Entah! – Moammar Emka (no.73 hal.228)

Dengan menelantarkan renyah kata.
Kenapa juga mesti kukuh? Membingungkan nalar, dan tepikan logika jika hanya menyisakan Tanya tak terjawab. Entahlah!

……Kita tidak sedang mengawalinya karena kita tidak pernah mengakhirinya. Apa sebenarnya yang kita inginkan sekarang?......
Bersambung. Inikah episode yang kita inginkan? Cerita cinta yang berulang tanpa pengakhiran. Entah! Mari kita merintih bersama; Tanya hati.
– Moammar Emka (hal.230)

Aku tepikan Tanya yang menciut di ambang ketakutan. Diam meradang tak tentu arah. Masih kamukah tujuan. Aku tidak menyerah. Aku hanya lelah berdiri di simpang jalanmu, tanpa kepastian. – Moammar Emka (no.84 hal.231)

Berangkat dari pekat ragu, tahu-tahu kini aku bertekuk lutut di hatimu, satu. Meskipun menyisakan Tanya, tetap saja aku menujumu. Inikah pilihanku? – Moammar Emka (no.99 hal.235)

Minggu, 19 Februari 2012

ENAM – DOR!

Rinduku tak kenal ambigu.
Ia Cuma kenal kata kamu, satu. – Moammar Emka (hal.176)



Di antara sikap acuh tak acuh,
dan kerlingan gagu, tidaklah
kamu tahu aku tengah
memperhatikanmu. – Moammar Emka (hal.178)

Galau itu sebagian dari rindu. Kalau berlangsung terus menerus, segera hubungi rumah sakit terdekat. – Moammar Emka (no.23 hal.178)

“Aku katakana kepadamu : rinduku bukan sejenis pasfum yang harumnya bisa menghilang dalam hitungan jam” ­– Moammar Emka (no.30 hal.179)

“Kau menulis Tanya, aku katakan jawab. Aku menganyam Tanya, kau bisukan jawab. Lalu, diam.” – Moammar Emka (no.42 hal.182)

Malam cepat sekali mengahampiri langit kamar. Samar desahmu masih melekat di detak ingatan. Aku rindu, sialan. – Moammar Emka (no.55 hal.184)

“Malu-malu. Rinduku mengerang di lipatan waktu. Cuma ada kamu, di situ” – Moammar Emka (no.63 hal.186)

“Pura-pura tidak rindu, itu menyiksa. Rindu pura-pura, ke laut saja!” – Moammar Emka (no.94 hal.192)

“Terlalu dini melipatgandakan harapan. Bersikap biasa-biasa saja, itu pilihannya” – Moammar Emka (no.113 hal.196)

Kalau sudah saying, jangan dibuang sembarangan – Moammar Emka (no.135 hal.201)

Aku terlalu takut kehilanganmu;sedalam ketakutanku untuk terus mencintaimu – Moammar Emka (no.140 hal.201)



Segudang Tanya tersimpan. Silih berganti menampilkan teka-teki.
Serba tak pasti;membingungkan. Kadang merunut ABCDE,
kadang berubah acak SNMEGBG. Jangan-jangan,
teka-teki tentangmu adalah kombinasi kata sandi lebih dari 16 karakter.
Setiap kali aku berhenti di matamu, kenapa persimpangan jalan yang terhampar? Setiap kali aku menoleh ke belakang, kenapa justru selubung hatimu yang terdepan.
Apakah hatimu adalah teka-teki silang di luar batas logika?
Lebih dari itu, sangkaku.
– Moammar Emka (hal.204)

152. Tak ada kabar. Senja berarak liar, tak sabar. Bersamanya, ada aku menunggu sapamu, berdebar-debar.
154. Sepanjang yang aku ingat, aku tak melupakanmu. Tak pernah!
157. Tidak mudah untuk jatuh cinta. Tapi mudah-mudahan aku jatuh cinta kepadamu.
– Moammar Emka (hal.205)

“………………Karena cinta itu kata kerja, maka jatuh cinta adalah belajar mencintai. …………” – Moammar Emka (hal.206)

LIMA – SAY GOODBYE

~Di setiap tarian luka, kucoba tetap mencetak wajahmu dalam tepekurku.
~Apakah ini atau sebenarnya semu? Luka tetaplah luka. Cinta tetaplah cinta. Tak peduli
  seberapa lemah menampar kalam batin.
~Semuanya ada padamu; kuingkari dan tetap kurindu
– Moammar Emka (hal.138)


“Kehilangan itu telah menampar egoku dengan telak. Dan kutersadar, betapa berartinya kebersamaan.” – Moammar Emka (no.6 hal.139)

“Kau buatku meratapi, betapa berharga dan berartinya dirimu – satu-satunya, pasti.”­– Moammar Emka (no.7 hal.139)

“Selalu ada rasa enggan untuk mengatakan: aku tak cinta lagi. Entahlah! Segalanya tampak tak pasti. Samar kupandang, jejakmu menilas di jemari pagi.” – Moammar Emka (no.12 hal.141)

“Dan…aku tetap ingin bungkam. Mengingatmu hanya dalam diam. Biar dalam mimpi saja aku berpeluh mengejar bayangmu yang mulai hilang.” – Moammar Emka (no.14 hal.141)

“Setelah perpisahan, menunggu kamu itu tak ubahnya putaran nasib. Mungkin, tidak… mungkin… tidak… mungkin. Biarkan saja, setidaknya aku masih bisa menunggu.” – Moammar Emka (hal.17 no.141)

“Begitu beda, tanpamu. Begitu sepi, tanpamu. Begitu tak bisa dan tak terbiasa aku tanpamu. Yang aku tahu… begitu bahagia aku denganmu. Titik!” – Moammar Emka (no.21 hal.142)

“Seberapa jauh aku bisa bersembunyi tanpa mengingatmu? Sepertinya, aku tak mampu melakukannya.” – Moammar Emka (no.22 hal.142)


34. Sedih tak berujung karena kepadamu senyuman itu ada dan meretaskan bahagia.
35. Menangislah mala mini dan tersenyumlah utnuk bahagia yang kau yakini, esok hari. Ada
      untukmu, dan seterusnya kau berhak mencecapnya, yakinku pasti.
36. Mengakhiri tapi tidak benar-benar mengakhirinya. Mungkinkah? Maksud hati melenggang
      pergi, apa daya keki merintih perih.
37. TENTANGMU. Melupakan, tak mampu. Menjaga dan menyimpannya rapi di sudut hati, itu
      kuasa pilihanku.
40. Kamulah tempatku mengunyah sejarah cinta dan penantian. Bahagia juga luka. Rindu
      juga keterpisahan…
– Moammar Emka (hal.145)



“Ketika masa lalu beranjak pergi, sebenarnya kita masih berjalan di sampingnya. Aku dan kamu berdiri di tengahnya.” – Moammar Emka (no.46 hal.149)

“Cinta yang kujaga untukmu seperti bayanganku dalam cermin. Begitu nyata, tapi tak bisa kusentuh.” – Moammar Emka (no.50 hal.149)

“Setengah hati menanti, setengahnya lagi membenci. Menanti rengkuhanmu (seperti dulu), membenci rapuhku (mencintaimu)” – Moammar Emka (no.54 hal.154)

“Ketika pikiran dan hati tak sanggup menampung pilu, menangis tersedu pucuk tibaku.” – Moammar Emka (no.57 hal.154)

“Belajar lagi mencintai kesendirian. Tanpamu di sisiku, berat membukit mata kuliah yang satu ini.” – Moammar Emka (no.69 hal.153)

Seperti Harapan Itu
Dulunya Tidak Ada
Haruskah kita menyalahkan nurani kita yang telah menghempaskan napas kegelisahan untuk setiap tidak acuh yang telah terpendam sekian lama?
Nurani adalah diri kita. Kita tidak dapat berdusta dan membohongi diri sendiri. Biarkan ia mengalir dan mengalir, berkelok dan menyimpan keteduhannya. Keteduhan yang melelapkan sampai ia tiada.
– Moammar Emka (hal.154)

Mungkin lebih baik dengan melenyapkannya. Saling membenci dengan mengingkari nurani kita. Apakah aku terlambat? Ini memang tampak lebih baik. Kita mengakhirinya, tapi tidak untuk memaksa kita mengakhirinya. Biarkan ia hilang dalam kesenyapan masa dengan sendirinya. Seperti harapan itu dulunya tidak ada!
– Moammar Emka (hal.155)

“MASA LALU. Hatimu tertinggal dalam dompet kenangan. Memilah rindumu? TIDAK! Memikirkanmu? IYA, detik ini juga.” – Moammar Emka (no.78 hal.157)

“Bersama melipat hati. Itu yang kita pilih untuk menyudahi penyatuan. Dan genggaman kita pun terlepas di batas perpisahan.” – Moammar Emka (no.87 hal.159)

“Dulu, ada satu keajaiban yang membangunkanku dari ruang hampa, dan itu kamu. Dan aku percaya, aka nada keajaiban kedua. Siapa lagi kalau bukan kamu lagi.” – Moammar Emka (no.90 hal.159)


Begitulah cinta, beginilah cinta
Cinta memang tak pernah salah. Cinta yang semestinya menuntun kita menjadi tiang dan jembatan yang saling seia tanpa syarat, ternyata belum juga mengewantah utuh, lebur dalam diri kita. Selain bersandar pada apa yang kita yakini sebagai cinta, selebihnya kita hanya bisa jalani dan berpasrah dalam doa. Berharga cinta dan penyatuan setia berjalan beriringan di akhir cerita. Tapi jika tidak? Mungkin, semestinya biarkan cinta dan perpisahan bergandengan dengan rahasianya.
– Moammar Emka (hal.161)

“Berulang kali garis batas itu kita putuskan. Berulang kali juga kita pijak kembali di atas pengingkaran” – Moammar Emka (no.93 hal.162)

“Aku selalu berpikir, saat kamu pergi itulah titik. Ternyata, aku salah! Aku masih dalam lingkaran” – Moammar Emka (no.99 hal.163)

“Kita ini lucu. Bersikukuh mengingkari, tapi hati tetap memekikkan rindu. Tak jemu kuteriakkan rindu dengan lantang. Parau suaraku menampar dinding batu. Kamu tetap teguh dalam bisu” – Moammar Emka (no.100 hal.163)




Kenangan Itu, Kita
Tanpa ditulis pun, kenangan tetap serupa buku.
Lembar demi lembarnya selalu terbuka tiap kali
kita mengingatnya. Iya, kita.
Kenangan itu ibarat cermin. Dari bening dan
buramnya, dari utuh dan retaknya, kita berkaca.
Iya, kita.
– Moammar Emka (hal.166)

Jika kenangan kita adalah memar senja, di titik
itulah kita mengingatnya. Iya, kita.
Jika kenangan kita adalah pelangi senja, maka
di tempat kita berdiri sekarang, aku yakin kita
berbahagia. Iya,  kita.
Kenangan yang membawa dan menuntun
kita ke masa berikutnya. Sebagai kita yang
dilanggengkan, dan bersama di saat sekarang
atau sebaliknya.
– Moammar Emka (hal.167)

“Jika memang harus berakhir, aku rela. Hanya, inginku akhiri semua ini dengan indah. Seperti kali pertama cinta menghunus ketulusan dalam damba tak bersyarat hingga jejak kita ditebas sang masa” – Moammar Emka (no.117 hal.169)

RUANG TAMU
Kepadamu aku kembali. Akan kuceritakan tentang dia yang tak pernah pergi dari ingatan. …..– Moammar Emka (hal.170)

EMPAT – 4. SELAMAT PAGI, MATA



“Kejutan itu datang. Satu renyah sapa, gulingkan pekat pagiku. Hai, kamu…pemilik senyum sahaja. Aku rindu setengah sadar.” – Moammar Emka (no.69 hal.129)

“Mata malas terjaga. Terlalu cepatkah untuk bilang selamat tidur? Lelah boleh menjamah, tapi pikiranku masih saja menjelajah jauh ke negerimu. Andai saja kamu ada, seketika kurengkuh lena.” – Moammar Emka (no.72 hal.130)

”Cinta tak selalu cukup, hanya butuh dimengerti.” Demikian, kata pagi untuk sendiriku. – Moammar Emka (no.74 hal.131)

“Terjaga seketika. Malam telah berganti pagi. Ada yang hilang dari, entah. Mungkin, kamu dan harapan untuk bersatu lagi.” – Moammar Emka (no.76 hal.131)

Dan….ada lirih seketika yang menampar ketermanguan. Kosong kudekap, di pagiku yang sunyi – tanpanya;dalam dekat, dalam jarak. Kutelan pedih yang menggiring sendiriku di tempias getar yang tak bergemuruh meski membentur bibir ombak. Aku pasrah dan semoga aku belum kalah. – Moammar Emka (no.91 Dear you, Lirih Seketika hal.134)


TIGA – 3.SELAMAT MALAM, CINTA

“Boleh pinjam bahumu, sejenak saja. Aku ingin rebah dan terlelap. Terlalu lelah, mataku terjaga untukmu sampai detik ini.” – Moammar Emka (no.24 hal.84)




Tentangmu yang tak mampu kutepikan, apalagi kulupakan. Tentangmu yang setia kujaga dan kusimpan rapi di sudut hati terdalam. Inilah kuasa pilihanku. Inilah yang tertulis di hatiku : aku mencintaimu. – Moammar Emka (no.81 hal.102)

“Dalam debam hasrat yang merunduk malu, berpeluh inginku menumpahkan gelisah ini di dadamu. Goodnight, you. Sebaris sapamu, kupercaya bisa cairkan senyumku.” – Moammar Emka (no.94 hal.105)


DUA – 2. BEGINILAH RINDU KUBAKUKAN

“Yang tersisa, mungkin hanya rindu yang mengulum waras logika. Ada padamu, kunanti sekaligus kubenci” – Moammar Emka (no.27 hal 50)




“Masihku di sini-sendiri. Menurut bilur-bilur rindu yang tertinggal. Ada padamu, pasti! Dan kuingkari.” – Moammar Emka (no.29 hal.51)

“TUHAN, TEMANIKU DALAM GELISAH INI. ITU SAJA.” – Moammar Emka (hal.52)

“Rindu kesumat. Merajalela di batas angkuh yang mengunci bibir untuk bertanya tentangmu. Apakah kau mengecap rasa yang sama? Andai saja.” – Moammar Emka (no.32 hal.53)

“Meredam kata-kata. Kusapih rindu untuk sementara. Mengendapkannya dalam diam, menunggu perjumpaan menurut nyata. Lalu, menumpahkannya tanpa sisa.” – Moammar Emka (no.37 hal.54)

“Bertahan dalam diam. Membiarkan rindu itu memungut indah dalam kesakitannya. Aku rela.” – Moammar Emka (no.39 hal.55)

“Dalam sadarku, telah kusunting luka. Dalam takutku, berlariku menjauh darimu. Dalam lukaku, ada rindu yang tak padam – untukmu juga.” – Moammar Emka (no.40 hal.55)

Dear you,
Jika Itu Cinta,
Usahlah Ditanya
Lebih karena mencintaimu adalah karunia, aku pun memutuskan untuk tidak mengacuhkan seribu tanya mengapa kemudian memilihmu.
Toh tak ada jawaban yang tepat untuk setiap langkah kakiku yang merindu pulang menuju dirimu. Juga tak ada alasan pasti mengapa aku selalu ingin rebah manja di dadamu. Sudah lama aku berhenti bertanya, berhenti menjawab. Karena semua itu hanya akan membuatku meragu. – Moammar Emka (no.41 hal.56)

“Rindu yang tertanam, bukan  pura-pura. Tinggal tunggu waktu saja meluapkannya tanpa sisa, di dekatmu.” – Moammar Emka (no.43 hal.57)

“Rindu dan kamu itu seperti angin. Tak bisa kulihat, tapi kurasakan kehangatan juga kegelisahannya.” – Moammar Emka (no.53 hal.61)

“Membunuh rindu jelas bukan pilihan. Sama saja memutuskan jembatan menuju kebahagiaan bersamamu.” – Moammar Emka (no.60 hal.63)

“Lagi. Ketika diam menengahi langit, ketika kosong hati meliat raga dan pikiran, rindu itu menggugat,lagi.” – Moammar Emka (no.70 hal.65)

Jika boleh memilih, aku membutuhkan rindu sebagai kata keramat yang ingin kudengar dari bibirmu, setiap hari. Seperti berpuluh malam yang kita pahat dengan napas surgawi. Seperti berpuluh mimpi yang kita hias dengan warna pelangi. – Moammar Emka (no.71 hal.66)

“Karena kata hanya perantara, tak bisa seutuhnya. Biarkan rasa yang bicara dari kediamannya, detik ini. Masih. Rindu ini, untukmu.” – Moammar Emka (no.73 hal.67)

“Aku telah jatuh menelan rindu ini. Terlalu sakit, memang. Tapi aku tak jera untuk terus berada dalam jerat kesakitan ini.” – Moammar Emka (no.94 hal.72)

SATU – 1. DEMI APA? DEMIKIAN AKU MENCINTAIMU

“Ini yang tertulis di hatiku, aku mencintaimu. Titik. [tanpa koma]”  – Moammar Emka (no.5 hal.1)

“Ada dan tiada – bagimu, rasa itu tetap kujaga. Tersimpan rapi dalam bejana pengharapan. Di suatu masa, siapa tahu, akan hadir kesempatan kedua bagi cinta kita.” – Moammar Emka (no.19 hal.7)



“Masih… setiap kali sunyi mematuk sendiri, kamu pun hadir tanpa permisi. Masih dan selalu begitu.” – Moammar Emka (no.27 hal.10)

“Seperti masuk dalam labirin, setiap kali kucoba mengurai segala tentangmu. Sesatku di persimpangan jalan. Menunggu dalam ketidakpastian!” – Moammar Emka (no.33 hal.13)

“Dalam labirin hatimu, aku masih kukuh berdiri. Menanti! Pergi atau…setia bernaung dalam mata bening?!” – Moammar Emka (no.37 hal.14)

“Terima kasih telah masuk ke dalam pintuku. Bukannya aku ingin menguncimu, tapi…bisa kamu tinggal kamu tinggal selamanya?” – Moammar Emka (no.47 hal.17)

DEAR YOU – MOAMMAR EMKA ,13 Januari 2012






Pada hari itu aku membeli sebuah buku novel, karangan Moammar Emka “DEAR YOU”. Sebanarnya gak sengaja juga beli buku ini. Waktu itu niatnya cuma ngantar kakak aja yang mau beli buku tentang THT. Nah loh pas di gramedia ternyata gak ada itu buku yang dicari, alhasil aku deh yang tertarik beli buku “DEAR YOU” yang pernah aku tahu judul buku baru itu lewat twitternya Gagas Media. Langsung cuss beli deh. Awalnya aku kira bukunya bercerita tentang cerita fiksi/non fiksi yang mengharukan hati seperti biasanya. Ehhh sampai kost, tak buka bungkus bukunya, tak liat tengah-tengah buku sampai akhir isinya puisi-puisi dengan kata-kata puitis dan indah sekali. Bukannya kecewa, tapi malah senang banget karena emang dari akunya sendiri suka sama yang namanya puisi.hehehe.. it’s not disappointing me. I was very interested by Moammar Emka’s words. So beautiful and deeply explain how to love and to be loved.  Maybe I liked it because there’re  many words I got what does it means. Jlebb banget..hahahaa *curhat*
Sebenarnya sih bukan curhatan semua loh.. Cuma kebanyakan kata2 itu yang aku suka, bukan karena apa-apa, yahh puitis banget sih..:D apalagi pas aku mention moammar emka di twitter, aku intinya bilang minta ijin posting beberapa banyak kata2nya yang ada di Dear You buat aku pajang di blog probadi, dibales tuh mentionku, katanya silahkan :) hahahaa..senangnyaaa..
And I want to write “my favorite words” by Moammar Emka in this area. I don’t wanna lose those words.

Senin, 13 Februari 2012

MANA YANG HARUS DIPERCAYA?

Perasaan dilema tak pernah absen menghampiri
Terlebih lagi jika suatu hal datang dan memang bisa menghasilkan kebimbangan
Ada dan tiada di waktu yang tepat sekaligus tidak tepat, juga.
Membagi ceritanya,
Namun tetap saja
Yang namanya hati, siapa tahu?

Satu berkata tinggalkan
Dua berkata bertahanlah
Tiga berkata coba bersabar dan cari kebenarannya

Dan aku..memilih untuk bertahan dan diam!


Jangan bertanya kenapa aku memilih hal itu
Aku tak akan bisa menjawab
Yang pasti, aku sudah lama mengenalnya
Namun, hanya satu hal yang memang aku benar2-benar tidak tahu
Dan entah kenapa,
Aku tak pernah mencari tahu
Sedangkan dia juga tak pernah member tahu
Begitu juga sebaliknya…

Aku ingin melepasnya
Hanya saja tali ini sulit untuk diputuskan
Aku ingin menjauh
Tapi tangan ini tak pernah bisa mengayuh
Aku merasa lelah
Namun bisikan semangat terus membuncah

DUA KATA

DUA KATA

Dua kata, yang tak pernah terucap darimu sebelumnya
Dua kata, yang tak pernah kuduga
Namun, selalu diharapkan


Banyak sekali kata,
Yang berada pada posisi diinginkan dan tidak dinantikan
Diantara itu, ada satu hal yang pasti
Aku jarang merasa sedih
Saat menerima banyak kata itu
Meskipun tak sedikit yang tidak memberikan arti lebih

Dua kata,
menghampiri pada waktu prediksiku, yang tapi tak kusadari
diawali dengan banyak kata yang sering aku dapatkan darimu
Biasa..
Biasa membuat hati senang

Dua kata,datang pada saat yang tepat
Tidak bisa langsung kusaksikan suaranya
Hanya bisa ku baca
Dan tetap bisa mengubah sisi-sisi yang terbiasa tak diubah

About Me :

Foto saya
Mantan Pelajar di SMAN 2 Madiun // Public Health Universitas Airlangga Surabaya // Bekerja untuk Indonesia Suka Makan // Suka Travelling // Suka Rame2 // Suka Baca Novel // Suka Nonton Film // Suka Galak // IG - Twitter : @yohanratihfe