“Kejutan itu datang. Satu renyah sapa, gulingkan pekat pagiku. Hai, kamu…pemilik senyum sahaja. Aku rindu setengah sadar.” – Moammar Emka (no.69 hal.129)
“Mata malas terjaga. Terlalu cepatkah untuk bilang selamat tidur? Lelah boleh menjamah, tapi pikiranku masih saja menjelajah jauh ke negerimu. Andai saja kamu ada, seketika kurengkuh lena.” – Moammar Emka (no.72 hal.130)
”Cinta tak selalu cukup, hanya butuh dimengerti.” Demikian, kata pagi untuk sendiriku. – Moammar Emka (no.74 hal.131)
“Terjaga seketika. Malam telah berganti pagi. Ada yang hilang dari, entah. Mungkin, kamu dan harapan untuk bersatu lagi.” – Moammar Emka (no.76 hal.131)
Dan….ada lirih seketika yang menampar ketermanguan. Kosong kudekap, di pagiku yang sunyi – tanpanya;dalam dekat, dalam jarak. Kutelan pedih yang menggiring sendiriku di tempias getar yang tak bergemuruh meski membentur bibir ombak. Aku pasrah dan semoga aku belum kalah. – Moammar Emka (no.91 Dear you, Lirih Seketika hal.134)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar